Monday, January 22, 2024

Syaikh Yusri : Mimpi berjumpa dengan nabi adalah impian semua orang Muslim

Mimpi berjumpa dengan nabi adalah impian semua orang Muslim, yang teguh keimanananya terhadap ajaran Islam. Bertemu dengan artis idola saja kita bahagia, apabila berjumpa dengan makhluk yang ditahbiskan sebagai makhluk termulia di sisi Allah Swt. Orang yang mimpi berjumpa dengan nabi, kata Syekh Yusri, adalah salah satu bukti, bahwa yang bersangkutan berada dalam pemeliharaan dan penjagaan Allah Swt (fil ‘inâyah warri’âyah).



Dalam sebuah hadits sahih yang populer, Nabi memberi kabar gembira, bahwa “barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka sungguh dia telah melihatkau. Karena setan tidak dapat menyerupaiku.” (HR. Bukhari). Namun, faktanya, tidak semua orang beriman bisa mendapatkan keberuntungan itu. Bahkan, tegas Syekh Yusri lebih jauh, seorang wali pun belum tentu diberikan keistimewaan berjumpa dengan nabi.


Bisa jadi ada seseorang yang terkategorikan sebagai wali, tapi dia belum pernah berjumpa dengan nabi, baik secara sadar maupun dalam mimpi. Ya, ada wali-wali yang tidak hanya berjumpa dengan nabi dalam mimpi, bahkan mereka berjumpa dengan beliau dalam keadaan sadar. Tapi itu bukan berarti semua wali harus mengalami itu. Karena seorang wali tetap menghadirkan nabi dalam jejak nafas kehidupannya. Tanpa bermimpi pun, spirit kenabian sudah hadir dalam hati sanubarinya.


Jika para wali saja belum tentu bisa berjumpa dengan nabi, apalagi orang-orang yang bergelimang dosa seperti kita. Tidak adanya kesempatan untuk melihat nabi boleh jadi karena kekotoran diri kita sendiri. Mati yang baru bangun dari lelapnya tidur akan merasa silau tatkala dia dihadapkan dengan sinaran cahaya. Nabi itu cahaya di atas cahaya. Sulit dilihat oleh orang-orang yang tidak mampu menatap cahaya itu.


Bagaimana kalau suatu saat nanti kita diberikan kesempatan untuk melihat? Syekh Yusri memberi nasihat, agar pengalaman semacam itu tidak diceritakan kepada orang lain, walaupun kepada guru spiritualnya (baca: mursyid) sendiri. Sebab, kata beliau, orang yang suka menceritakan pengalaman tersebut kepada orang lain biasanya akan terhalangi untuk mendapatkan pengalaman itu kembali.


Kenapa bisa begitu? Ketika kita menceritakan pengalaman spiritual kita kepada orang lain—demikian beliau memberikan alasan—di sana hawa nafsu turut mengambil bagian. Nafsu suka kalau orang lain memandang kita istimewa. Ketika kita menceritakan pengalaman spiritual kita, ada perasaan, walau sedikit, agar kita dipandang istimewa oleh yang lain.


Lagipula, kalau dipikir-pikir, untuk apa diceritakan? Apakah kita ingin agar orang lain memandang kita istimewa? Apakah dengan penuturan cerita itu kita berharap agar orang lain memandang diri kita sebagai orang yang saleh? Kalau iya, maka inilah yang bisa menjadi sebab keterhalangan itu.


Karena itu, kata beliau, cukuplah karunia itu menjadi rahasia antara hamba dengan Tuhannya. Tidak perlu diceritakan kepada orang-orang. Karena ketika kita menceritakan, akan ada celah di mana nafsu kita mengharapkan perlakuan istimewa dari orang-orang. Ketika makhluk memandang Anda istimewa, maka Anda, kata beliau, akan disibukkan dengan mereka.


Dan ketika Anda disibukkan dengan mereka, maka ketika itu Anda bisa menjauh dari Tuhan Anda. Inilah konsekuensi panjang kalau kita lebih mempedulikan pandangan makhluk ketimbang pengabdian kepada Sang khaliq.


Tentu, dengan menyampaikan nasihat ini, tidak berarti bahwa setiap orang yang menceritakan pengalaman spiritualnya berjumpa dengan nabi otomatis pasti bermaksud untuk memamerkan diri. Adakalanya seseorang menceritakan dengan alasan-alasan tertentu. Dan dia merasa perlu untuk menyampaikan cerita itu.


Namun, kalau pengalaman itu diceritakan demi mendapatkan sanjungan, pujian dan perlakuan istimewa dari orang-orang, maka itu artinya kita telah mencabut nikmat kita sendiri. Karena, seperti yang beliau katakan, itu bisa menghalangi kita untuk mendapatkan pengalaman itu kembali. Padahal itu adalah pengalaman yang nikmat. Bukankah kita sendiri tidak mau kalau kenikmatan itu hilang setelah ia datang tanpa diundang?